Wisatawan Dunia Lebih Tertarik Pariwisata Hijau
Lewat penelitian yang dilakukan terhadap 12.134 responden, 87 persen wisatawan ingin atau bersedia melakukan wisata berkelanjutan. Sedangkan empat dari 10 responden mengaku sudah melakukan wisata berkelanjutan.
Sisanya 28 persen responden mengaku jarang berkeinginan melakukan wisata berkelanjutan. Apa yang menginspirasi orang-orang untuk melakukan wisata berkelanjutan.
Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk melaksanakan wisata berkelanjutan. Namun banyak wisatawan yang mengaku kurang mendapat informasi dan mengetahui sertifikasi kredibel dari wisata berkelanjutan.
Kendala lainnya adalah takut akan harga mahal, kurang waktu, pilihan destinasi yang sedikit, takut destinasi tidak nyaman atau layak.
Selanjutnya ada wisatawan India (32 persen), Brasil (21 persen), dan China (18 persen) yang bersedia membayar lebih untuk wisata berkelanjutan.
Sebagai catatan survei dari Booking.com dilakukan terhadap 12.134 wisatawan dari 12 negara yakni Australia, Brasil, Kanada, China, Jerman, Perancis, India, Italia, Jepang, Spanyol, AS, dan Inggris.
Survei dilakukan dari Februari-Maret 2018. Khusus untuk wisatawan yang berwisata 12 bulan sebelum atau berencana berwisata 12 bulan ke depan. Hasil penelitian dirilis Selasa (17/4/2018) lalu.
Berikut hasil penelitian tersebut:
- Terinpirasi melihat keindahan alam seperti hutan atau karang laut yang indah (60 persen).
- Sadar akan kerusakan lingkungan dari destinasi yang mereka kunjungi (54 persen).
- Melihat efek positif wisata berkelanjutan ke masyarakat lokal (47 persen).
- Melihat efek negatif dari wisata tidak bertanggung jawab di negeri sendiri (42 persen).
- Merasa bersalah, efek liburan sendiri terhadap lingkungan (32 persen).
Bentuk wisata berkelanjutam sendiri ada banyak. Jika ingin menjadi wisatawan berkelanjutan dapat ikut serta dengan wisatawan dunia yang telah melakukan hal di bawah ini:
- Membeli produk lokal buatan masyarakat ketimbang suvenir buatan pabrik (53 persen).
- Berwisata menggunakan transportasi umum ketimbang taksi (52 persen).
- Makan di restoran lokal yang menggunakan produk pangan lokal (41 persen).
- Menghindari pergi ke obyek wisata massal, dan memilih berkunjung ke tempat wisata yang lebih memberi ilmu (40 persen).
- Memilih akomodasi dengan sertifikasi eco tourism atau akomodasi tradisional (30 persen).
(adh/kom)