Okupansi Hotel di Bandung Selama Libur Panjang Juni Hanya 52,46 Persen
KLIKNUSAE.com – Libur panjang cuti bersama pada 6–9 Juni 2025 ternyata belum mampu mendongkrak tingkat okupansi hotel di Bandung, Jawa Barat.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Dodi Ahmad Sofiandi, menyatakan bahwa rata-rata okupansi hotel selama periode tersebut hanya mencapai 52,46 persen.
Menurut Dodi, rendahnya okupansi ini disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan.
“Pertama, bulan ini memang cukup banyak tanggal merah dan libur panjang. Jadi, masyarakat cenderung menyebar liburannya, tidak terpusat pada satu momen,” ujarnya ketika dihubungi Kliknusae.com, Senin malam, 9 Juni 2025.
Faktor kedua, lanjut Dodi, adalah fokus masyarakat pada kebutuhan anak menjelang tahun ajaran baru.
“Banyak orang tua mulai mengalokasikan dana untuk keperluan sekolah anak. Seperti biaya masuk, seragam, dan perlengkapan belajar,” jelasnya.
Sementara itu, faktor ketiga adalah melemahnya daya beli masyarakat.
“Kondisi ekonomi saat ini membuat kalangan menengah ke bawah terpaksa ‘makan tabungan’ alias menggunakan simpanan mereka untuk kebutuhan pokok," ungkapnya.
"Ini tentu berdampak pada pengeluaran untuk rekreasi, termasuk menginap di hotel,” tambah Dodi.
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Ketua Riung Priangan, Arief Bonafianto.
Ia menyebutkan bahwa banyaknya long weekend pada bulan ini justru membuat masyarakat lebih selektif dalam membelanjakan uang mereka.
“Banyak yang memilih menahan diri untuk tidak mengeluarkan uang dalam jumlah besar," tandasnya.
Apalagi adanya kebutuhan untuk Idul Adha dan libur sekolah di bulan Juli.
"Jadi masyarakat benar-benar menjaga pengeluaran dan lebih banyak bertahan dengan dana yang ada,” kata Arief, terkait belum naiknya okupansi hotel di Bandung.
BACA JUGA: Ketua PHRI Jabar Sambut Positif Pernyataan Mendagri, Soal Kegiatan di Hotel dan Restoran
Kalah dengan tahun lalu
Dibagian lain, Sekretaris Jenderal BPP PHRI Yusran Maulana mencatat, tren peningkatan okupansi selama cuti bersama kali ini masih kalah dibanding musim libur lainnya.
Bahkan, pada hari terakhir libur Idul Adha, peningkatan nyaris tak terlihat.
Menurut Yusran, lesunya tingkat hunian hotel tak lepas dari padatnya kalender libur nasional belakangan ini.
Bulan Mei, misalnya, masyarakat sudah menikmati dua kali libur panjang: Waisak dan Kenaikan Isa Almasih.
“Masyarakat lebih selektif. Liburan bukan hanya soal waktu, tapi juga anggaran,” katanya.
Ia menyebutkan, keputusan berlibur kini sangat ditentukan oleh kemampuan finansial.
“Leisure itu ada budget-nya. Tidak otomatis setiap hari libur mereka pergi," katanya.
Alih-alih berharap pada momen Idul Adha, Yusran justru menargetkan masa libur sekolah semester genap sebagai potensi pendorong okupansi dalam waktu dekat.
Ia menilai, masa tersebut lebih kondusif karena mayoritas keluarga dapat bepergian bersama.
“Bisa jadi masyarakat menahan diri pada libur Idul Adha. Ini karena ingin memanfaatkan waktu libur anak sekolah. Di momen itu, keluarga besar lebih mudah menyelaraskan jadwal liburan,” kata dia.
Yusran juga menaruh harapan pada sejumlah insentif pemerintah yang digulirkan sepanjang Juni hingga Juli.
Mulai dari diskon transportasi, tarif tol, bantuan sosial, hingga Bantuan Subsidi Upah (BSU), diyakini dapat memicu mobilitas wisatawan domestik.
“Dengan insentif ini, kami berharap masyarakat lebih memilih berlibur di dalam negeri,” ujar Yusran.
Para pelaku industri perhotelan kinu juga berharap adanya stimulus atau strategi khusus dari pemerintah daerah.
Khususnya, untuk menarik wisatawan dan menggerakkan kembali sektor pariwisata. ***