Tokoh Abah Landoeng, Saksi Sejarah Konferensi Asia Afrika yang “Terlupakan”

KLIKNUSAE.com - Ditengah gemuruh persiapan Festival Asia Afrika (FAA) 2024, salah satu saksi sejarah Kota Bandung, tokoh Abah Landoeng (98) seperti ditelan oleh zaman.

Bagaimana tidak, pelaku pelaksanaan Konperensi Asia Afrika (KAA) pertama 1955 di Kota Bandung itu, hari ini mungkin tak lagi bisa mengenang detik-detik digelarnya KAA pertama.

Baru kali ini, sepanjang peringatan KAA, Abah Landoeng tidak mendapatkan undangan untuk bisa hadir, sekedar ikut napak tilas.

“Heran saja bagi Abah, kenapa ya tak sedikit pun ada gupay-gupay nineung. Abah memang sudah renta, tapi masih sanggup hadir ikut merayakan FAA 2024,” ujar Abah di Café Rumah Mimaw, Antapani Asri Kav 5, Bandung, Jumat 7 Juli 2024.

BACA JUGA: Asia Afrika Festival Dongkrak Tingkat Hunian Hotel

Di kalangan wartawan muda Kota Bandung, Abah Landoeng selama ini dikenal masih sangat aktif dalam berbagai kegiatan.

Bahkan ia sering memberikan motivasi sekaligus inspirasi. Terutama, terkait perjalanan sejarah perjuangan di Kota Bandung.

Sosok inspirator lagu balada “Oemar Bakri” yang dibawakan oleh Iwan Fals--salah satu muridnya pada era 1970-an di SMPN 5 Bandung itu menyatakan tak mempersoalkan undangan di FAA 2024.

“Kalau memang demikian adanya, lupa kepada kami-kami, ya tak mengapa. Abah mau sendiri saja, besok (hari ini) melihat FAA 2024 di pinggir jalan sendirian saja,” ujarnya sembari tersenyum.

BACA JUGA: Bapak Kepanduan Dunia Itu Telah Pergi

Sejauh ini belum ada pernyataan resmi, mengapa Abah Landoeng tidak masuk dalam daftar undangan untuk menyaksikan FAA 2024.

Bagi para generasi milenial dan Gen-Z, mungkin belum begitu mengenal tokoh seperti Abah Landoeng ini.

Mengumpulkan mobil untuk delegasi KAA

Dilansir dari halaman situs resmi provinsi Jawa Barat, jabarprov.go.id menggambarkan bahwa Abang Landoeng tak bisa dipisahkan dari sejarah pasca kemerdekaan RI di Kota Bandung.

Abah Landoeng merupakan pelaku perhelatan Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung. Ia bertugas mengumpulkan mobil untuk para delegasi peserta KAA. Perjuangan mengumpulkan mobil tidaklah mudah.

BACA JUGA: Ada Jalan Palestina Di Asia Afrika

Bekerja mengumpulkan mobil ia lakukan selepas mengajar pada sore hari. Setelah maghrib, Abah Landoeng langsung berkeliling ke beberapa tempat di Bandung untuk mencari mobil.

Sepeda onthel menjadi sahabat baik yang menemaninya bertugas.

Selama dua minggu, Abah Landoeng mampu mengumpulkan 14 mobil dari berbagai penjuru kota Bandung.

Mobil-mobil yang dikumpulkan terbilang mewah pada masanya, seperti Mercy, Dodge, dan Impala.

Bagi Abah Landoeng, pemilik mobil yang rela mobil miliknya dipinjam menaruh kepercayaan penuh padanya.

BACA JUGA: Kuliner Asia Afrika Festival Diserbu Pengunjung

Salah satunya adalah Founder Sari Ater H Ama Soewarma—yang ketika itu merupakan satu-satunya agency kendaraan Mercy.

Para pemilik mobil memang mengenal Abah Landoeng sebagai seorang guru. Mobil-mobil pun digunakan untuk para delegasi peserta KAA tanpa perlu disewa.

Ia mengumpulkan 14 mobil dikarenakan waktu terbatas. Namun, 14 mobil akhirnya dikumpulkan bersama ratusan mobil lainnya untuk digunakan selama KAA 1955 berlangsung.

BACA JUGA: Mengenang Tasikmalaya Sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat

Abah Landoeng pun pernah dititahkan oleh Presiden Soekarno sebagai Pawang Hujan.

Usai KAA, Abah pun kembali menjadi seorang guru dan pada tahun 1963 beliau diberangkatkan atas permintaan Soekarno ke Malaysia untuk memberantas buta huruf yang ada di negeri Jiran tersebut.

Pria yang kini telah memasuki usia senja ini juga pernah menjadi bagian penting dalam pembuatan lagu Oemar Bakrie yang dinyanyikan Iwan Fals amat populer, terutama pada generasi 90-an.

BACA JUGA: Bung Karno Berpidato Pakai Bahasa Sunda, ‘Eta Anu Bereum…Gulung’

Ikut Membangun Gedung Sate

Landoeng atau disapa Abah Landoeng lahir di Bandung pada 11 Juli 1926.

Ia menempuh pendidikannya di Algemeen Metddelbare School (AMS) dikarenakan ayahnya merupakan seorang mandor yang turut dalam pembangunan Gedung Sate.

Landoeng pada saat muda biasa bekerja sebagai pengambil bola di lapangan golf dan tenis. Dari pekerjaannya, ia mengumpulkan sen demi sen untuk membeli beras dan sembako.

Setelah lulus dari AMS, sekitar tahun 1942, Landoeng muda berkeliling Kota Bandung dengan sepeda kumbangnya.

Ia akan bertanya kepada tukang panggul atau petani yang ditemuinya, apakah mereka bisa membaca.

BACA JUGA: Savoy Homann Buka Resto Baru Pas Event Asia Afrika Festival

Jika belum, Landoeng akan berhenti dan mengajar mereka membaca dengan papan tulis kecil dan kapur yang ia letakkan di sepeda kumbangnya.

Landoeng juga mengajari para saudagar kaya di Pasar Baru yang juga buta huruf. Dari para saudagar kaya inilah, Landoeng biasanya mendapatkan makanan dan minuman.

Ia memperjuangkan pendidikan dengan cara mengajar lewat membaca bagi orang-orang yang buta huruf.

Dan salah satu kisah dari beliau pada saat berjuangnya itu ketika sedang bersepeda dan bertemu dengan para Petani dan ditanyakan apakah bisa membaca.

BACA JUGA: Kuliner Bandung Didorong Bisa Merambah ke Ajang Internasional

Mereka pun tidak bisa dengan pengakuan mereka sendiri sehingga ia berhenti bersepeda dan secara tidak langsung diajarkan membaca.

Pada saat kemerdekaan, belaiu diangkat menjadi guru di SMPN 4 Bandung

Namun, walaupun statusnya Guru pun ia ikut andil dalam perang melawan penjajahan Belanda dan Jepang.

Setelah perang kemerdekaan, tahun 1950 ia diberangkatkan ke Malaysia untuk mengatasi masalah buta huruf. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya