Pengusaha Hotel dan Restoran Lega, MUI Klarifikasi Soal Fatwa Boikot
KLIKNUSAE.com – Pengusaha hotel dan restoran yang tergabung di dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) lega atas klarifikasi Majelis Ulama Indonesua (MUI).
Terutama, terkait dengan fatwa MUI Nomor 84 tahun 2023 tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina.
MUI sempat menyebutkan bahwa membeli produk yang mendukung Israel hukumnya haram.
Belakangan, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati memberikan klarifikasi.
BACA JUGA: PHRI Dukung Kemerdekaan Palestina,Tapi untuk Boikot Produk Israel, Ini Pertimbangannya
"Sepemahaman saya, fatwa MUI tidak mengharamkan produknya tapi mengharamkan perbuatan yang mendukung Israel," katanya dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 11 November 2023.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda juga menyatakan bahwa yang diharamkan MUI itu bukan produknya atau zatnya.
"Produknya itu tetap halal selama masih memenuhi kriteria kehalalan. Tapi, yang diharamkan itu aktivitasnya, perbuatannya," ucapnya.
Miftahul mengatakan, di dalam Fatwa MUI itu hanya dituliskan bagi yang mendukung aksi agresi di Gaza Palestina, baik secara langsung dan tidak langsung itu yang diharamkan.
BACA JUGA: PHRI Bali Sebut Kapal Pesiar Celebrity Solstice Menambah Pundi-pundi PAD
Sertifikasi Halal
"Jadi, yang diharamkan adalah perbuatan dukungan tersebut dan bukan barang yang diproduksi. Jadi, jangan salah dalam memahaminya," tuturnya.
Salah seorang pengusaha hotel Bintang 3 yang enggan disebutkan namanya mengemukakan bahwa sejak dikeluarkan fatwa MUI, pihaknya sempat mengalami kebingungan.
Karena ada beberapa bahan baku yang diproduksi perusahaan berlisensi Israel. Baik untuk kebetuhan Food and beverage (F&B) maupun lainnya.
“Kalau tiba-tiba ada seruan boikot, sementara bahan baku itu sangat kita butuhkan, kan bisa repot. Lalu, bagaimana dengan sertifikasi halal yang juga dikeluarkan MUI, sedangkan produknya dari perusahaan asing—yang mungkin juga berafiliasi ke usaha dagang Israel,” tanya wanita yang memiliki 5 hotel di beberapa kota besar Indonesia ini.
BACA JUGA: Ketua Umum GIPI Haryadi Sebut Pelaku Pariwisata Masih Hadapi Tantangan
Dibagian lain, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani menyatakan bahwa sikap PHRI dalam hal ini jelas.
Dimana, perusahaan yang beroperasi di Indonesia berjalan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
“Perusahaan Amerika dan juga negara lain yang dituding negaranya mendukung Israel tidak ada kaitannya dengan kegiatan usaha mereka,” dalam keterangannya yang diterima, Kliknusae.com, Selasa 14 November 2023.
Adapun ajakan boikot terhadap mereka, lanjut Haryadi, adalah tindakan yang sulit dihindari, mengingat kondisi emosional masyarakat (Indonesia) yang sepenuhnya mendukung perjuangan rakyat Palestina.
BACA JUGA: Bupati Pangandaran Jeje Undang PHRI Jabar, Untuk Apa?
Serangan Israel ke Jalur Gaza
”Dan, pada akhirnya masyarakat yang akan menentukan pilihannya sendiri,” pungkas Haryadi.
Pengusaha hotel dan restoran memang memiliki kepentingan cukup besar terhadap regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
Sebagaimana diketahui, jagat media sosial tengah diramaikan dengan tagar 'BDSMovement', seiring dengan meningkatnya serangan Israel ke Jalur Gaza.
Tanda pagar atau hastag itu mengajak pengguna media sosial untuk memboikot produk-produk yang dianggap mendukung Israel.
Tak hanya di dunia maya, demonstrasi di sejumlah negara yang diselenggarakan kelompok terafiliasi dengan BDS juga terjadi di seluruh dunia.
BACA JUGA: Gerai NIB Weekend Market Buka di Hotel Horison, Ini Kata Ketua PHRI Jabar
Seperti dikutip dari Vox pada Jumat, 3 November 2023, Boycott, Divestment, and Sanctions (BDS) Movement merupakan gerakan protes non-kekerasan global.
Gerakan ini berupaya menggunakan boikot ekonomi dan budaya terhadap Israel, divestasi keuangan dari negara.
Termasuk, sanksi pemerintah untuk menekan pemerintah Israel agar mematuhi hukum internasional dan mengakhiri kebijakan kontroversialnya terhadap Palestina.
Kebijakan yang kini digambarkan oleh beberapa pakar hak asasi manusia dan pakar hukum sebagai apartheid. ***