Kontroversi Tiket Masuk ke Pulau Komodo, Ini Kata Prof IPB
KLIKNUSAE.com – Kontroversi kenaikan tiket masuk ke Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih terus berlanjut.
Tidak hanya pelaku usaha pariwisata lokal, wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara.
Tak terkecuali civitas akademika juga menyoroti perihal kenaikan tiket masuk ke Pulau Komodo dari Rp 200.000 menjadi Rp 3,75 juta.
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB , misalnya ikut buka suara.
Menurut dia, saat ini diperkirakan jumlah komodo yang tersisa hanya berjumlah 3.000 ekor.
"Tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan harga bagi wisatawan yang ingin melihat kadal raksasa purba ini membenturkan dua kutub kepentingan yang saling bertolak belakang," kata dia melansir laman IPB, Senin 8 Agustus 2022.
BACA JUGA: Pemandu Wisata Taman Komodo Curhat, Banyak Wisman Batalkan Kunjungan
Bagi konservasionis satwa liar, katanya, kenaikan harga yang spektakuler ini dinilai merupakan kapitalisasi komodo yang bertujuan untuk mendongkrak pendapatan negara.
Dia menyatakan, menjadikan komodo sebagai atraksi wisata sah-sah saja. Namun demikian, komodo bukan satwa liar biasa, tapi sudah menjadi milik dunia.
Dosen IPB ini menerangkan, pembangunan infrastruktur dan fasilitas yang mewah bertentangan dengan hakikat pelestarian komodo.
Keprihatinan PBB terhadap Lingkungan Komodo
Tidak hanya itu, penebangan hutan untuk pembangunan akomodasi wisata mewah sudah dapat dipastikan merusak habitat komodo dan mengganggu keseimbangan alam.
Bahkan, eksploitasi komodo melalui cara ini, maka lambat laun berpengaruh atas keberlangsungan hidup komodo secara permanen.
Tidak heran, rencana pemerintah ini mengundang reaksi para pelestari lingkungan dunia.
BACA JUGA: UNESCO Minta Proyek Pembangunan Pulau Komodo Berhenti
Bahkan pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara eksplisit menyatakan keprihatinannya terkait potensi dampak negatif yang ditimbulkan.
Sebagai pengingat, Taman Nasional Komodo seluas 2.200 hektar ini sengaja dibuat untuk melindungi keberadaan komodo.
Sehingga hewan purba ini dapat bertahan hidup dan berkembang biak di habitat alaminya.
"Keprihatinan ini sangat beralasan karena menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), komodo sudah dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah," ujaranya.
"Oleh sebab itu untuk kepentingan jangka panjang pengembangan wisata Komodo harus berbasis pada pelestarian bukan berbasis pada dampak ekonomi sesaat," sambungnya.
UNESCO turunkan tim ke Pulau Komodo Lanjut dia mengatakan, rencana ini juga menimbulkan keprihatinan UNESCO sebagai badan dunia yang menetapkan taman ini sebagai Situs Warisan Dunia.
BACA JUGA: Membangun Sektor Pariwisata NTT Perlu Kolaborasi Dengan PHRI
Termasuk, UNESCO menerjunkan tim IUCN dalam rangka reactive monitoring mission (RMM) 2022 ke Resort Loh Buaya SPTN Wilayah I Balai Taman Nasional Komodo, 3 Maret 2022.
Menjadi Pembahasan Situs Wisata Dunia
Hasil analisis dampak lingkungan rencana pengembangan wisata komodo akan menjadi bahan bahasan Situs Wisata Dunia yang biasanya dilakukan dua tahun sekali, yaitu di tahun 2022 ini.
"Jika pembangunan dan pengembangan ini tidak terkendali, bukan tidak mungkin UNESCO akan mencabut status Taman Nasional Komodo sebagai situs warisan dunia," ungkapnya.
BACA JUGA: Pemandu Wisata Taman Komodo Curhat, Banyak Wisman Batalkan Kunjungan
Jika hal ini terjadi maka tamatlah sudah wisata komodo ini karena akan berdampak pada pengurangan wisatawan asing secara drastis.
Rencana menaikkan jumlah wisatawan menjadi 500.000 per tahun di Pulau Komodo, sambung dia, tentunya akan berdampak drastis pada keseimbangan lingkungan di Taman Nasional Komodo yang sangat rapuh.
Tidak hanya akan mengganggu dan mengubah perilaku Komodo dan juga mangsanya, tapi juga mengganggu ketersediaan air tawar. ***
Sumber: Kompas.com