Kenapa Pariwisata Indonesia Lesu

Kliknusae.com - Pertanyaan ini muncul hampir diseluruh pelaku industri pariwisata Indonesia. Tahun 2019 terjadi tren yang tak menggembirakan. Okupansi hotel yang diharapkan menjadi penopang laju pertumbuhan ekonomi nasional, hanya mampu bertengger di 52-23 %, turun dibandung tahun lalu yang masih ada di 54-55 %.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengakui terjadinya penurunan angka tingkat hunian hotel di Indonesia.

"Ya, sekarang hanya tumbuh di 52-53%. Menurun dibanding tahun lalu yang mencapai 54-55 %," katanya pada konferensi pers outlook perekonomian Apindo di Jakarta, Selasa (10/12/2019) lalu.

Ada beberapa kota yang terguncang akibat menurunnya okupansi hotel ini. Di antaranya Jayapura, Ambon, Makassar sedang mengalami penurunan. Hariyadi mengatakan banyak kota di luar Jawa juga yang okupansi hotelnya mengalami penurunan, terkecuali Sumbar.

"Jawa yang masih stabil, Jakarta. Jogja turun juga. Overall yang stabil hanya Jakarta dan Sumbar. Bali juga turun," katanya.

Baca Juga: Ketua PHRI Haryadi: Pemerintah Membiarkan Badan Promosi Indonesia Mati Suri

Menurunnya angka okupansi hotel disebabkan karena menurunnya jumlah wisatawan, baik domestik maupun luar negeri.

Jika dirunut lebih panjang, mahalnya harga tiket pesawat juga dinilai sebagai penyebab turunnya okupansi.

Selain itu, maraknya model bisnis baru di industri hospitality yang menekankan pada sharing economy dan pemanfaatan teknologi digital telah mengubah perilaku wisatawan.

Merebaknya hotel-hotel budget yang menawarkan berbagai pengalaman menginap bisa jadi salah satu penyebab kenapa tingkat okupansi kamar di hotel berbintang turun.

Namun untuk masalah target wisatawan terutama wisman yang terus gagal tercapai sejak 2016 benar-benar dicari tahu penyebabnya.

Ada berbagai kemungkinan penyebab. Bisa saja target yang memang tidak realistis.

Baca Juga: Wishnutama Harus Berani Memberikan Insentif Pemain “Inbound”

Kedua bisa juga karena kondisi ekonomi global yang melambat seperti sekarang ini sehingga berdampak pada sektor pariwisata.

Namun untuk memastikan hal ini, perlu adanya tinjauan komprehensif terhadap sektor pariwisata global. Apakah memang trennya turun atau tidak.

Apabila trennya secara global menurun bisa jadi akibat perlambatan ekonomi. Namun apabila tidak maka ada alasan lain yang harus diidentifikasi seperti apakah ada destinasi lain yang lebih menarik daripada Indonesia bagi wisatawan domestik maupun wisatawan lokal.

Baca Juga: Inbound Tour Operator Perlu Subsidi Pajak

Jika hal itu yang terjadi maka jelas harus segera diatasi. Pasalnya sumbangsih sektor pariwisata untuk devisa tak kecil.

Tercatat tahun lalu saja sumbangsihnya mencapai US$ 16.1 miliar atau setara dengan Rp 224,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$.

Haryadi berharap Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bisa melahirkan konsep pengembangan pariwisata yang berujung peningkatan devisa.

"Saya pikir, bukan waktunya lagi melakukan branding,tetapi bagaimana bisa memperkuat posisi cross selling dengan memperbanyak paket inbound,misalnya," kata Haryadi kepada Kliknusae di Jakarta belum lama ini.

(adh)

 

Share this Post:

Berita Terkait

E-Magazine Nusae