Peneliti Dr. Galih Kusumah, Ekonomi Jawa Barat Diprediksi Membaik pada 2025, Ini Syaratnya

KLIKNUSAE.com  – Dr. Galih Kusumah, seorang peneliti sekaligus Ketua Program Studi Magister Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, mengungkapkan optimisme terhadap perekonomian Jawa Barat di tahun 2025.

Ia menjelaskan bahwa stabilitas politik memainkan peran kunci dalam memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

"Jika kondisi politik tetap stabil, saya yakin Jawa Barat akan mengalami pemulihan ekonomi yang signifikan pada tahun 2025," ujar Dr. Galih dalam wawancara khusus dengan  Kliknusae.com, Selasa 24 Desember 2024.

Menurutnya, potensi ekonomi Jawa Barat sangat besar, terutama dengan berbagai sektor unggulan seperti pariwisata, industri kreatif, dan manufaktur.

“Sejauh ini secara pertumbuhan ekonomi dari  sektor pariwisata sudah kembali ke tingkat ketika sebelum Pandemi Covid-19. Dan, sekarang temen-temen di industri juga melihatnya sebagai sebuah tren yang positif,” lanjutnya.

Galih melihat, untuk okupansi hotel dan akomodasi non hotel terlihat menggeliat di setiap penghujung, menandakan bahwa ada pergerakan ekonomi yang terus membaik.

“Selain hotel, ada homesty, guest house dan break and breakfast yang cukup tinggi huniannya. Terutama di kota-kota jadi destinasi wisata. Seperti kota Bandung, Pangandaran, Tasikmalaya dan daerah lainnya,” katanya.

Artinya okupansi hotel pada tahun 2024, lanjut Galih, lebih baik dibandingkan dengan tahun 2023 lalu.

“Hal ini disebabkan ekonomi sudah membaik. Memang sempat terhambat di awal tahun karena Pemilu, namun setelah itu kembali berangsur normal,” paparnya.

Bergantung pada Goverment

Menurut Galih, yang perlu di lihat pada tahun 2025 adalah kebijakan dari pemerintah yang akan mengurangi pertemuan di hotel.

“Apakah  kebijakan ini akan berdampak atau ada perubahan  kita masih harus menunggu. Karena berdasarkan pengalaman hotel-hotel di Jawa Barat juga masih banyak yang bergantung pada kunjungan dari government,” ujar Galih.

Sementara itu, untuk taman rekreasi atau daya tarik yang sifatnya permainan tren-nya pada tahun 2025 akan terus meningkat.

“Ini juga di dorong oleh keberhasilan beberapa daya tarik buatan yang saat ini tumbuh pesat. Utamanya, di Kota Bandung dan daerah Bandung Raya, seperti Lembang,” katanya.

“Termasuk, daya tarik buatan yang dibuat di lahan-lahan milik Perhutani atau BUMN. Sebut saja, di Perkebunan teh yang dibangun oleh swasta-swasta yang bekerjasama dengan Perhutani. Nah, ini sepertinya tren-nya masih akan berlanjut,” sambungnya.

Begitu pun di wilayah Selatan Bandung,  pertumbuhan glamping juga meningkat signifikan dengan memanfaatkan sisi sungai.

“Hanya saja, akan terasa ada perubahan jika pemerintah membuat peraturan baru. Apakah itu mendorong atau menahan laju pengembangan daya tarik tersebut (glamping),” tambah Galih.

BACA JUGA: West Java Tourism Talk, Menakar Kinerja Sektor Pariwisata Jawa Barat

Pilihan Investor

Sedangkan daya tarik kota pada tahun 2025, sepertinya akan banyak dihindari mengingat investasinya sangat mahal.

“Jadi, sekarang ini para investor lebih mengejar pada pembangunan destinasi buatan dengan biaya yang lebih murah. Mulai dari sewa tanah, karena daripada sewa tanah di kota mahal, mereka lebih memilih mencari  di daerah yang lebih reasonable,” ungkap Galih.

Disamping itu, sewa lahan di daerah masih memungkinkan untuk mendapatkan skema yang lebih panjang.

“Bisa 10 sampai 20 tahun sewanya, sehingga para investor memandang strategi untuk melakukan pengembangan pun masih sangat leluasa,” katanya.

Terkait keberadaan bandara, Galih mengakui, ada dampak yang luar biasa akibat tidak efektifnya fungsi bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka.

Dimana, yang tadinya bandara baru ini diharapkan bisa menggantikan Bandara Husein Satranegara ternyata tidak berfungsi optimal.

“Perlu di catat, bahwa memang saat ini daya tarik utama Jawa Barat masih di kawasan Bandung Raya. Wilayah ini sekaligus menjadi pasar utama wisatawan. Sehingga ketika bandar aitu dipindah keluar Bandung Raya, maka berkurang pula potensi untuk mendapatkan wisatawan yang berkunjung ke Jawa Barat,” paparnya.

Oleh sebab itu, yang harus dilakukan pemerintah Jawa Barat adalah memperkuat daya tarik wisatawan lokal.

“Mau tidak mau, harus fokus pada wisatawan lokal. Tidak lagi mengejar dari daerah luar Jawa Barat. Apalagi, sekarang koneksitas darat juga sudah membaik kan. Ada jalan tol, yang terhubung dari utara ke selatan, timur ke barat ” tandasnya.

Jadi, antara kota di Jawa Barat saat ini sebetulnya semakin baik dan menjadi potensi untuk menggarap wisatawan lokal.

Menarik Wisatawan Lokal

Sebab, dalam menarik wisatawan dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jakarta mungkin sudah tidak sekuat dulu lagi, ketika bandara masih berfungsi dengan baik.

“Sebut saja, misalnya, wisatawan Bandung nanti berkunjung ke Sumedang. Tasikmalaya ke Bandung atau sebaliknya,” tegasnya.

Terakhir, menyangkut kereta cepat Whoosh, Galih berpandangan, bahwa dari tingkat capacity selama ini jarang terpenuhi secara maksimal. Masih sering didapati slot penumpang yang kosong.

“Di satu sisi ini bisa dianggap sebuah tantangan untuk KCIC, namun di sisi lain juga menunjukan bahwa setidaknya pemerintah bisa banyak opsi transportasi. Bisa melalui kereta regular, travel, dan kendaraan pribadi,” ujarnya.

Artinya, koneksi Jakarta-Bandung itu cukup kuat. Ada perpindahan orang yang terus membaik. Ada yang memilih menggunakan travel, kereta  cepat dan lainnya.

“Jadi, kalau di pandang satu sisi saja dari kereta cepat, mungkin tidak terlalu bagus ya. Tetapi kalau di lihat dari sudut pandang konsumen, kita memiliki tiga pilihan. Pertama itu, kereta cepat, kereta regular dan travel,” jelas Galih.

Disinilah, perlu kejelihan dari pemerintah daerah Jawa Barat untuk memanfaatkan potensi yang sangat terbuka ini.

Sebab, menurutnya sektor pariwisata masih menjadi salah satu pilar utama pemulihan ekonomi di Jawa Barat.

"Pariwisata tidak hanya memberikan kontribusi langsung terhadap pendapatan daerah. Tetapi juga mendukung sektor lainnya, seperti UMKM dan transportasi. Program-program yang mendukung keberlanjutan dan inovasi di sektor ini perlu terus dikembangkan," kata Dr. Galih.

Namun, ia mengingatkan bahwa perbaikan ekonomi tidak akan terjadi secara instan.

"Stabilitas politik hanyalah salah satu faktor. Kebijakan yang tepat, dukungan infrastruktur, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat juga sangat penting," pungkasnya.

Pernyataan ini diharapkan dapat memberikan gambaran optimis terhadap masa depan ekonomi Jawa Barat, khususnya di tengah berbagai tantangan global yang ada. ***

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae