Raja Thailand "Digulingkan" Mahasiswi 21 Tahun, Siapa Dia?
Kliknusae.com - Suaranya lantang. Menggema hingga masuk cela-cela bangunan istana. Ia sangat yakin dan percaya diri.
Bagi anak seusia itu, jarang sekali ditemukan keberanian yang menggelora. Apalagi, sebagai perempuan yang kebanyakan memilih tampil feminim.
Namun tidak demikian dengan gadis berkaca minus ini. Dialah, Panusaya Sithijirawattankul, mahasiswa berusia 21 tahun, yang dikenal dengan julukan "Anak Tangga".
Sosok pejuang reformasi yang sekarang tengah berjuang "menggulingkan" Raja Thailand. Ia selalu menghiasi laman koran lokal sebagai satu wajah dari gerakan protes yang dipimpin para mahasiswa.
Di depan layar lebar yang memproyeksikan citranya ke kerumunan, mahasiswa sosiologi tahun ketiga itu berpidato di rapat umum anti-kemapanan terbesar sejak kudeta 2014 yang membuat Jenderal militer Prayuth Chan-ocha merebut kekuasaan.
"(Kami memiliki) ideologi yang sama, niat yang sama, tujuan yang sama: untuk mengakhiri rezim Prayuth dan untuk mereformasi monarki, bukan begitu?" katanya dengan disambut sorak-sorai dan tepuk tangan meriah.
Jauh dari rasa takut akan hukum, wanita yang akrab di panggul Rung, ini terus maju dan mengelorakan semangat dihadapan para demonstran.
Rung dengan lantang dan bangga menyatakan keinginannya agar keluarga kerajaan memiliki lebih sedikit kekuasaan dalam politik.
"Saya memutuskan untuk angkat bicara karena jika kita tidak pernah membicarakannya, perubahan tidak akan pernah terjadi," kata Rung kepada kantor berkantor berita ABC."Saya tidak takut dipenjara," lanjutnya
Meskipun demikian, Rung menegaskan dia tidak menghina monarki, dengan mengatakan: "Kami tidak ingin menggulingkan institusi. Usulan kami adalah reformasi, bukan revolusi."
Hukuman penjara antara tiga dan 15 tahun adalah kemungkinan bagi aktivis muda di bawah hukum lese majeste (hukuman ketat di Thailand).
Beberapa telah ditangkap dan dibebaskan dengan jaminan atas tuduhan terkait protes lainnya di bawah undang-undang yang berbeda selama dua bulan terakhir, dan Rung mengatakan waktunya akan tiba.
"Saya (akan) pasti ditangkap suatu hari karena surat perintah penangkapan sudah dikeluarkan," katanya.
"Yang harus saya lakukan adalah merencanakan apa yang akan saya lakukan sebelum dan sesudah ditangkap, sehingga gerakan ini akan terus berjalan dan tidak berhenti jika saya atau pemimpin lain pergi," katanya tegar.
Gerakan protes anti-monarki yang dipimpin mahasiswa telah berkembang sejak Juli dengan beberapa aksi unjuk rasa per minggu.
Para pemimpin memulai dengan tiga tuntutan: agar parlemen dibubarkan, konstitusi diubah, dan diakhirinya pelecehan terhadap aktivis oposisi.
Kekuasaan Tanpa BatasSetelah Raja naik takhta pada 2016, istana membutuhkan revisi konstitusi baru yang memberinya kekuatan darurat yang lebih besar.
Sejak itu, dia mengambil kendali pribadi atas beberapa unit tentara dan aset istana senilai puluhan miliar dolar.
"Politik Thailand belum berkembang, ia terus berputar-putar. Kudeta, pemilihan umum, kudeta, pemilihan," kata Rung.
"Jika kita ingin hidup lebih baik, harus ada politik yang bagus. Jadi kita harus memperbaiki masalah."
Pada bulan Agustus, kelompok tersebut mengadakan protes bertema "Harry Potter vs Dia Yang Tidak Harus Disebut" dengan gambar penjahat Lord Voldemort sebagai referensi yang tidak terlalu halus untuk dilarang berbicara tentang Raja Thailand Maha Vajiralongkorn.
Rung-lah yang naik ke panggung pada satu rapat umum untuk membacakan 10 poin manifesto yang merinci mereka untuk pertama kalinya.
"Sungguh luar biasa bahwa masyarakat Thailand, yang telah lama tertindas, menjadi begitu berani. Saya juga terkejut karena diri saya yang begitu berani untuk berbicara ... sangat menyenangkan," kau Rung dengan senyum mengembang.
Dalam beberapa jam, kata Rung, dia diikuti oleh petugas polisi berpakaian preman.
"Mereka mengawasi saya dari luar asrama dan terkadang saya diikuti oleh mobil ketika saya keluar," katanya.
"Mereka menghilang sebentar, tapi mereka kembali lagi beberapa hari yang lalu."
Warga Thailand yang lebih tua kaget dengan 'tuntutan radikal' para demonstran muda. Aktivis muda itu mengatakan bahwa orang tuanya takut dan khawatir.
"Mereka bilang tidak apa-apa jika gerakan saya adalah tentang pemerintah (tetapi) meminta saya untuk tidak berbicara tentang monarki," katanya.
"Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak dapat melakukan itu karena itu adalah akar masalah dan jika kita tidak memperbaiki monarki, kita tidak dapat memperbaiki masalah lain. Saya harus menyebutkannya."
Beberapa generasi tua mendukung perjuangan mahasiswa, salah satunya adalah Kanokrat Lertchoosakul, dosen ilmu politik dari Universitas Chulalongkorn Bangkok.
Yang lainnya "terkejut" karena berani menyerukan "lembaga yang suci, tak tersentuh dan dicintai" untuk direformasi.
"Tuntutan tersebut merupakan tuntutan paling radikal dalam sejarah politik Thailand," kata Dr Lertchoosakul."(Generasi yang lebih tua) tidak akan berani berbicara tentang apa yang sebenarnya kita pikirkan. Apakah kita mencintai atau membenci sesuatu, kita harus menyimpannya di dalam. Inilah yang diajarkan kepada kita sejak kita masih sangat muda," katanya.
Loyalis Pendukung Monarki Bangkit
Dimana pun kekuasan selalu menciptakan tandingan, ketika posisi dalam keterancaman maka sel-sel tidur pun dibangkitkan.
Pemerintah Thailand tidak tinggal diam. Pam Swakarsa pun muncul. Loyalis Thailand tiba-tiba menyeruak dana menyatakan kekecewaan mereka atas apa yang dikatakan para pengunjuk rasa dari kalangan mahasiswa.
Di salah satu yang terbesar di saat di bulan Agustus lalu, ada sekitar 1.200 anggota kelompok Loyal Thailand mengibarkan bendera nasional dan memegang potret Raja untuk menunjukkan dukungan teguh mereka terhadap monarki.
Adalah Warong Dechgitvigrom, politisi muda pendukung kekuasaan yang meluncurkan kelompok itu karena merasa monarki sedang diserang.
"Inti dari kelompok kami adalah untuk melindungi monarki dengan pengetahuan dan fakta," kata Dechgitvigrom kepada kantor berita Reuters.
"Lembaga monarki tidak punya bagian dalam mengatur negara. Lembaga itu adalah dukungan moral yang menghubungkan rakyat bersama."
Thai Loyal juga telah mengajukan tiga tuntutan: Tidak ada pembubaran parlemen, tindakan hukum maksimum terhadap siapa pun yang berusaha menggulingkan monarki, dan tidak ada perubahan pada konstitusi kecuali jika dilakukan melalui jalur yang tepat.
"Saya ingin generasi baru menghargai negara, agama, dan monarki sebanyak yang mereka bisa karena tanpa salah satu dari mereka, negara tidak akan bisa bertahan," kata Somporn Sooklert, seorang demonstran pendukung pemerintah.
Tak Akan Ada Penangkapan
Sementara para pengunjuk rasa bersiap untuk ditangkap di bawah hukum lese majeste negara itu, Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, mengatakan Raja tidak meminta penuntutan.Polisi mengatakan mereka mempertimbangkan untuk menuntut para pemimpin protes yang mengadakan demonstrasi pada 19 September, tetapi belum melakukannya, juga belum mengatakan apa tuduhan itu.
Prayuth telah memperingatkan Thailand akan "dilalap api" jika perpecahan terus berlanjut, tetapi sejauh ini memungkinkan unjuk rasa besar untuk terus berlanjut sebagai ekspresi kebebasan berbicara.
Dia menambahkan bahwa tuntutan reformasi monarki tidak dapat diterima dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk membahas masalah tersebut.
"Saya mendengar Anda memiliki keluhan politik dan bahwa Anda memiliki masalah dengan konstitusi, saya menghormati pendapat Anda," kata Perdana Menteri.
"Tapi saat ini, negara kita memiliki beberapa masalah yang jauh lebih menyakitkan yang harus ditangani - yaitu kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh COVID-19," pintanya yang ditujukan kepada para demonstran anti Monarki.
Sumber : Kantor Berita ABC dan Disarikan dari berbagai sumber, oleh Adhi S Wijaya