Malaysia Tunda Kerjasama Pariwisata Karena Covid-19 di Indonesia Tinggi

BANDUNG, Kliknusae.com - Pemerintah Malaysia masih mempertimbangkan untuk kembali menjalin kerjasama dalam pengembangan perjalanan wisata di Indonesia.

Salah satu faktor yang menyebabkan Negeri Jiran itu "ogah" gandeng Indonesia karena kasus Covid-19 yang terus meroket.

"Di Malaysia kasus baru Covid-19 di angka ratusan, sementara di Indonesia masih cukup tinggi yakni mencapai ribuan. Inilah mungkin yang mendasari Malaysia belum berani membuka kembali kerjasama dengan kita," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) Budijanto Ardiansjah kepada Kliknusae.com, Selasa (20/10/2020), di sela-sela acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) I Jawa Barat Tahun 2020 di Galeri Ciumbuleuit Hotel.

Menurut Budijanto, beberapa waktu lalu pemerintah Indonesia bersama asosiasi perjalanan wisata sudah menjajaki untuk membangun kerjasama membangkitkan kembali pariwisata kedua negara ditengah pandemic corona.

Kerjasama ini kemudian disebut dengan Travel Bubble. Dimana, dua atau lebih negara yang berhasil mengontrol laju virus corona sepakat untuk menciptakan sebuah gelembung atau koridor perjalanan.

"Tapi Travel Bubble ini tampaknya sulit di wujudkan dalam waktu dekat ini, karena kasus Covid-19 di Indonesia belum menunjukan tren penurunan," tambah Budi.

Namun demikian, ASITA tetap berkeyakinan setelah Covid-19 berlalu pariwisata di Indonesia bisa kembali bangkit.

Oleh sebab itu, dalam rakerda tahun 2020 sengaja diusung empat tema yang akan digodok menjadi acuan pergerakan asosiasi kedepan.

Ke-empat spirit itu adalah optimis, inovasi, kolaborasi dan bangkit. Tematik inilah yang diharapkan akan mempercepat pemulihan sektor pariwisata, khususnya untuk perjalanan wisata.

"Kami menyadari bahwa era digital menjadi satu keharusan untuk bisa dikuasai oleh seluruh anggota ASITA. Maka dalam Rakerda kali ini, kami juga memfokuskan bagaimana penerapan digital ini bisa berjalan dengan di internal asosiasi," ungkap Budi.

"Situasi sudah berubah, semua orang lari ke digital. Mau tidak mau asosiasi harus memfasilitasi dan mendorong para anggota agar bisa melewati perubahan ini. Apalagi di masa pandemic seperti sekarang," sambung Budi.

Rakerda ASITA Jawa Barat tahun ini diikuti sebanyak 75 peserta offline dan lebih dari 100 yang mengikuti melalui zoom meeting.

Rakerda dibuka Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dedi Taufik.

Sebagaimana diketahui, Malaysia dalam kurun waktu 2019 menerima lebih dari 3,6 juta wisatawan Indonesia.

"Angka ini membuat Indonesia menduduki peringkat kedua dalam hal menghasilkan wisatawan asing ke Malaysia pada tahun yang sama," ujar Minister of Tourism, Arts, and Culture Malaysia, Nancy Shukri, dalam webinar "Reset Restart Recover Tourism: Regional Tourism Collaborative Opportunities post-Covid-19 for Malaysia and Indonesia", Jumat (19/6/2020) malam.

Minister of Tourism, Arts, and Culture Malaysia, Nancy Shukri, menuturkan bahwa Malaysia menerima lebih dari 3,6 juta wisatawan Indonesia pada tahun 2019.

"Angka ini membuat Indonesia menduduki peringkat kedua dalam hal menghasilkan wisatawan asing ke Malaysia pada tahun yang sama," ujar Nancy dalam webinar "Reset Restart Recover Tourism: Regional Tourism Collaborative Opportunities post-Covid-19 for Malaysia and Indonesia", beberapa waktu lalu.

Melihat hal tersebut, Nancy menuturkan bahwa Malaysia tentu menikmati hubungan baik yang terjalin dengan Indonesia di bidang pariwisata. Nancy menuturkan pihaknya memiliki dua perwakilan badan pariwisata di Indonesia.

"Penempatan dua pejabat pariwisata Malaysia di Indonesia, satu di Jakarta dan satu di Medan, menunjukkan pentingnya pasar Indonesia bagi industri pariwisata kami," tuturnya.

Ada beberapa rencana dari pihak Malaysia untuk mempromosikan pariwisata Malaysia untuk wisatawan asing, yaitu melalui kedatangan dari pasar dengan penerbangan jarak dekat (short houl) seperti negara-negara ASEAN, serta pariwisata lintas perbatasan (cross border).

Nancy juga berharap adanya kerja sama antara Malaysia dan Indonesia untuk menciptakan travel bubble.

"Jadi, kami berharap Malaysia dan Indonesia akan memulai travel bubble," imbuhnya.

Gelembung ini akan memudahkan penduduk yang tinggal di dalamnya melakukan perjalanan secara bebas dan menghindari kewajiban karantina mandiri.

Namun, lanjut Nancy, implementasi travel bubble antara Malaysia dan Indonesia bergantung pada pembahasan bilateral dengan mempertimbangkan beberapa aspek.

Adapun aspek yang dimaksud adalah kesehatan, imigrasi, pelacakan data, dan pemantauan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait di masing-masing negara.

Senada dengan hal tersebut, Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Nia Niscaya, dalam kesempatan yang sama, mengatakan bahwa negara-negara tetangga bisa dijadikan sebagai peluang dalam memulai kembali pariwisata internasional melalui travel bubble. (adh)

Share this Post:

Berita Terkait