Angkutan Anjlok Hingga 70 persen, Garuda Pilih Efesiensi Besar-Besaran

JAKARTA, Kliknusae.com - Tidak ada pilihan lain, kecuali melakukan restruktursisasi besar-besaran. Inilah yang dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) untuk mempertahankan perusahaan agar tetap jalan.

Langkah restrukturisasi tersebut akan diikuti efisiensi di segala lini, sejalan dengan negosiasi bersama sejumlah lessor di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjabarkan, pemerintah melalui kementerian BUMN telah menyampaikan untuk melakukan restrukturisasi besar-besaran mulai dari sisi keuangan hingga mengevaluasi ulang rute penerbangannya.

"Iya (restrukturisasi). Utamanya dilakukan dengan negosiasi lessor dan efisiensi semua lini," jelas Irfan sebagaimana dikutip dari Bisnis, Kamis (29/10/2020).

Saat ini Perseroan memiliki perjanjian sewa pesawat dengan 31  lessor. Adapun terkait dengan nilai keseluruhan kontrak, mengingat saat ini proses negosiasi masih berlangsung dengan masing-masing lessor.

Selain itu dalam proses negosiasi tersebut, Garuda berupaya memperhatikan prinsip kerahasiaan yang tertuang dalam perjanjian.

Dengan demikian perseroan dalam hal ini berkewajiban menjaga kerahasiaan dari kesepakatan tersebut, termasuk mengenai nilai sewa perjanjian.

Akibat dampak Covid- 19, PSBB dan kondisi new normal, sampai dengan Agustus 2020, perseroan mengalami penurunan kapasitas produksi guna menyesuaikan tren demand yang terjadi saat ini.

Perusahaan mencatat terdapat penurunan pada trafik yang diangkut, baik untuk penumpang maupun kargo diangkut masing-masing sebesar 72 persen dan 50 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Di samping itu, Perseroan juga mengalami penurunan produksi domestik sebesar 55 persen dan internasional sebesar 88 persen dibandingkan dengan tahun lalu.

Maskapai pelat merah tersebut saat ini masih melakukan negosiasi secara langung dengan para lessor terkait untuk mencapai kesepakatan di luar pengadilan.

Emiten berkode saham GIAA telah membukukan kerugian sebesar US$ 728 juta dan penurunan yang cukup dalam pada saldo ekuitas yang bernilai negatif US$ 80 juta.

Maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut akan menerbitkan Obligasi Wajib Konversi (OWK) untuk perbaikan posisi keuangan.

Penerbitan OWK akan dilakukan dengan denominasi nilai maksimum senilai Rp8,5 triliun. OWK berjangka waktu 7 (tujuh) tahun sejak tanggal penerbitan OWK yang akan dikonversi menjadi Saham Baru seri B pada akhir periode OWK yang jumlahnya akan ditentukan dengan membagi nilai prinsipal OWK yang terutang pada tanggal konversi OWK dengan harga konversi.

GIAA juga telah mengkonfirmasi adanya penyelesaian lebih awal masa kontrak kerja kepada 700 karyawannya yang berstatus tenaga kerja kontrak.

Kebijakan tersebut mulai berlaku tanggal 1 November 2020 kepada sedikitnya 700 karyawan berstatus tenaga kerja kontrak yang sejak Mei 2020 lalu telah menjalani kebijakan unpaid leave.

Keputusan itu, sebutnya murni sebagai imbas turunnya tingkat permintaan layanan penerbangan selama masa pandemi.

Melalui penyelesaian kontrak lebih awal tersebut, Irfan juga memastikan akan memenuhi seluruh hak karyawan yang terdampak sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk pembayaran di awal atas kewajiban perusahaan terhadap sisa masa kontrak karyawan.

Sebelumnya Wakil Menteri BUMN Kartiko Wirjoatmodjo mengharapkan pada 2021-2022 mendatang kondisi perusahaan penerbangan tersebut bisa jauh lebih baik ketimbang dengan kondisinya sebelum pandemi terjadi.

"Jadi Covid-19 ini tantangan dan peluang, ada yang terdampak dan harus diperbaiki tetapi juga membuka peluang baru untuk inovasi dan pertumbuhan ke depan," terangnya. (BI/adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya