Pendaki Gunung Perlu Test Swab, Ini Alasannya
Kliknusae.com - Sebelum memutuskan mendaki gunung, seseorang disarankan untuk melakukan test swab (metode PCR).
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dari Royal Sports Performance Centre, Sophia Hage, tes swab ini penting mengingat pendakian gunung masuk dalam kategori olahraga dengan intensitas infeksi virus sedang hingga tinggi.
"Swab metode PCR dianjurkan karena kita tahu rapid itu tidak akurat apa lagi jika dilakukan hanya satu kali, karena rapid ini hanya menilai anti bodi," kata Sophia dalam webinar Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) bertajuk "Mendaki Gunung Aman dan Sehat di Masa Pandemi", baru-baru ini.
Oleh karena itu, untuk mencegah penyebaran terjadi pada saat pendakian, ia sarankan para pendaki melakukan swab metode PCR.
Namun, ia menyadari, orang sangat sulit untuk memilih swab test karena harga yang harus dikeluarkan tidak sedikit untuk melakukan tes.
"Kondisi di lapangan, hampir tidak mungkin semua orang melakukan swab kalau berbayar," ujarnya.
Ia menerangkan, ada beberapa puskesmas di Jakarta yang menyediakan pelayanan swab test secara gratis. Namun, ia mengaku tak tahu seperti apa keadaan puskesmas terkait swab test di luar Jakarta.
"Kalau swab test di puskesmas luar Jakarta atau di sekitar tempat pendakian ini juga gratis, maka dengan mudah saya bilang anjurannya ya harus test PCR. Karena itu yang paling ideal," jelasnya.
Sophia melihat, kegiatan pendakian gunung sama dengan olahraga lainnya. Ia pun menceritakan para atlet juga melakukan swab test PCR untuk cabang olahraga sepakbola Liga Indonesia yang rencana bakal digelar.
"Atlet kita juga wajib swab test meski nantinya kita rencanakan Liga tanpa penonton," terangnya.
Rapid Tes 2 Kali
Sementara itu, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Bandung, dokter Franky Moudy Rumondor, juga menyarankan untuk mendeteksi seseorang terkena Covid-19 atau tidak dengan cara swab test PCR.
Hal ini agar daerah pendakian yang saat ini masuk dalam zona hijau dan kuning, tidak meningkat kembali menjadi zona merah.
"Jangan sampai kita membuat tempat wisata yang berada di zona hijau dan kuning ini menjadi merah," kata Franky.
"Karena PCR itu menentukan orang terkena Covid apa tidak, sementara rapid itu tidak menentukan, bahkan dia tidak menentukan orang itu reaktif karena terinfeksi virus atau oleh bakteri," lanjutnya.
Kendati demikian, Sophia memberikan solusi jika situasi yang belum memungkinkan bagi semua orang melakukan swab test, yakni rapid test sebanyak dua kali.
(adh/kom)