Dampak Covid-19 Industri Perhotelan dan Restoran di Jabar Rugi Rp 1 Triliun
Kliknusae.COM - Dampak penyebaran wabah virus corona (Covid-19) industri perhotelan dan restoran di Jawa Barat diperkirakan akan mengalami kerugian hingga Rp 1 triliun. Angka ini terhitung hingga bulan Juni 2020 mendatang.
Penyebabnya tingkat hunian turun dratis. Terlebih setelah dikeluarkannya kebijakan untuk tidak melakukan kegiatan yang menggundang massa dalam waktu 14 hari kedepan.
Terkait hal tersebut, BPD Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat,Jumat (20/3/2020) menyampaikan surat kepada Gubernur Jawa Barat terhadap beberapa saran dan usulan.
Rombongan BPD PHRI Jawa Barat dipimpin Ketua PHRI Herman Muchtar,Sekretaris Herie Hermanie, Wakil Ketua Bidang Hotel Bobby Renaldi, dan Ketua ASITA Jawa Barat Budijanto Ardiansjah.
Mereka diterima Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja yang didampingi Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat Dedi Taufik dan Kepala Bidang (Kabid) Pemasaran Disparbud, Iwan Darmawan.
Menurut Herman Muchtar, pihaknya menghadapi persoalan yang dilematis. Di satu sisi, penyebaran pandemik COVID-19 ini harus dibatasi dan dibantu sepenuhnya oleh seluruh elemen masyarakat Jawa Barat.Kenaikan suspect maupun pasien positif sudah terlalu sangat cepat menyebar di Jawa Barat.
Namun di bagian lain, industri perhotelan dan restoran juga menghadapi persoalan yang tidak kalah beratnya. Dengan dihentikannya semua kegiatan, maka pendapatan turun dratis.
"Metode himbauan shutdown melalui surat - surat edaran selama 14 hari, telah menjadikan usaha kami kolaps," ungkap Herman.
Disamping itu pelaku usaha memiliki beban tanggungjawab yang sangat ekstra tanpa celah,ruang,lubang mengelak dari tanggungjawab kepada kewajiban karyawannya, kewajiban hutangnya, kewajiban energy listrik, gas dan sebagainya.
Terlebih tidak ada toleransi apapun dari pihak - pihak yang berkepentingan dengan kewajiban - kewajiban pelaku usaha.Maka kondisi ini akan mengakibatkan dampak kematian seluruh elemen masyarakat Jawa Barat menjadi lebih lebih ekstrim dibandingkan kematian akibat COVID-19.
Berdasarkan hasil analisa internal PHRI Jawa Barat, dapat diambil kesimpulan sementara dan beberapa alternatif langkah yang diambil :
1.Isi Surat Edaran dari Pemerintah harus didukung sepenuhnya, sekalipun ada konsekuensi logis atas dampak yang dirasakan langsung pada aktivitas roda ekonomi masyarakat & sektor seluruh bisnis menjadi terganggu/tidak normal.
2.Industri perhotelan akan terkena dampak penurunan tajam atas tingkat hunian dan pendapatan hotel di Jawa Barat, yang mengakibatkan prediksi kelangsungan khususnya industri perhotelan & restoran akan terancam sejalan tidak dapat memenuhi kewajiban dan menutup kebutuhan biaya operasional usaha dengan adanya penurunan pendapatan hotel.
3.Seluruh elemen masyarakat Jawa Barat harus memanfaatkan masa 14 shutdown secara penuh kepatuhan dan disiplin.
4.Melakukan limited movement pada setiap instansi, lokasi dan fasilitas masyarakat umum.
5.Opsi terakhir zero lockdown di Jawa Barat seperti di Italy atau Wuhan belum tentu dapat dilaksanakan secara optimum bila dijalankan di Jabar.
Dalam hal ini, PHRI Jawa Barat menginginkan keadilan, kepedulian, empati dan toleransi pada masa sulit ini bersama-sama seluruh elemen terkait.
Tentu saja, untuk bisa tetap dapat bertumbuh kembang dan menjaga hajat hidup semua orang.
Berikut komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi keberlanjutan kondisi usaha Hotel dan Restoran di Jawa Barat pada tahun 2020:sebagai berikut :
1.Kewajiban Pelaku Usaha Hotel
2.Beban Biaya Gaji & Upah Pegawai mencapai 20% dari Total Pendapatan Hotel, berpotensi terjadinya pemutusan hubungan kerja.
3.Beban Biaya Listrik/Air/Gas (Energy Cost) mencapai 12% dari TOTAL Pendapatan Hotel, berpotensi pembayaran tertunda.
4.Beban Kewajiban Pinjaman Pokok + Bunga Bank rata-rata mencapai 12%-14% atas Kredit Modal Kerja atau KIK, berpotensi pembayaran tertunda.
5.Beban Kewajiban Pajak Daerah (PB 1) mencapai 10% dari TOTAL pendapatan hotel.
6.Beban Kewajiban Pajak Pusat (PPh pasal 21, 23 & 25) mencapai 5% dari TOTAL pendapatan kotor pegawai.
7.Beban Kenaikan Harga Bahan Baku & Terhambatnya Pasokan Stok Barang.
8.Beban menghadapi bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, diperlukan pembayaran kewajiban gaji & upah Per Mei 2020 yang berbarengan dengan pembayaran THR 2020.
9.Penurunan rata-rata tingkat pendapatan per hotel yang cukup tajam yang diproyeksikan sebesar Rp 17.247.074.582,-/tahun tidak dapat mengimbangi beban operasional usaha, mengakibatkan rugi bersih usaha cukup besar sebesar (Rp 1.618.500.073,-) per hotel.
10.Penurunan rata-rata tingkat pendapatan per hotel yang cukup tajam yang diproyeksikan sebesar Rp 17.247.074.582,-/tahun tidak dapat mengimbangi beban operasional usaha, mengakibatkan rugi bersih usaha cukup besar sebesar (Rp 1.618.500.073,-) per hotel.
11.Situasi Perkembangan per Februari s.d. 18 Maret 2020, telah terjadi penurunan tajam atas tingkat hunian kamar di Jawa Barat seiring dengan pandemik wabah Covid-19 yang meluas ke beberapa Kota/Kab, yang mengakibatkan tingkat occupancy sekarang tinggal 10% - 15%.
12.Sebagai informasi, industri perhotelan merupakan industri padat modal kerja, yang melibatkan pelaku mitra UKM sebagai pendorong ekonomi rakyat dan standar minimal tingkat hunian sebesar 60% occupancy adalah syarat dasar agar industri perhotelan dapat menjaga kelangsungan usaha tetap terjaga
Berdasarkan kondisi Hotel dan Restoran saat ini dan kedepan, maka kami mengharapkan Pemerintah dapat membantu dengan memberi kebijaksanaan terhadap :
1.Penghapusan beban Pph 21 dan 25 selama 6 bulan ke depan (April-September).
2.Penghapusan beban PB1 selama 6 bulan ke depan (April-September).
3.Penundaan / keringanan pembayaran kewajiban pajak PBB tahun 2020.
4.Penurunan kewajiban beban listrik.
5.Toleransi yang diberikan oleh Perbankan terhadap pembayaran kewajiban Pinjaman Pokok dan Bunga.
6.Pemberian Subsidi Pemerintah untuk pembayaran BPJS Tenaga Kerja dan Kesehatan.
7.Pembebasan Sementara Pajak Air Bawah Tanah dan Permukaan.
8.Masa berlaku kebijakan tersebut diharapkan dapat terhitung sejak tanggal 1 April 2020 sampai dengan 6 bulan kedepan dengan peninjauan kembali.
Terhadap usulan,saran dan keberatan yang dialami pelaku industri perhotelan dan restoran tersebut, Sekda Setiawan Wangsaatmaja mengemukakan pihaknya akan mematangkan perbitungan-perhtungan yang sudah disampaikan PHRI dengan dinas-dinas terkait.
"Kami segera akan menindaklanjuti apa yang bapak-bapak sampaikan dengan surat gubernur kepada pemerintah daerah/kota dan Pemerjntah pusat," kata Setiawan.
Sekda menilai laporan dari PHRI lebih kongkrit dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan dari penyebaran wabah virus corona ini.
(adh)