Tiga Hal Ini Untuk Mengukur Kualitas Turis Di Bali
JALAJAHNUSA.com - Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali, I Gede Pitana memiliki sudut pandang sendiri dalam menilai perilaku turis asing yang ada di Bali. Sebagaimana diketahui beberapa bulan belakangan, media sosial dijejali video kelakuan negatif turis asing di Bali.
Pertanyaannya kemudian, apa benar turis asing yang datang ke Bali adalah mereka yang tak senonoh dan cuma bisa jadi biang onar?
"Untuk mengukur kualitas turis, menurut saya sebagai akademisi ada beberapa ukuran yang dapat digunakan. Pertama ada spending power (jumlah transaksi), kedua ada respect to nature (perlakuan hormat pada alam), dan ketiga respect to social cultural aspect (perlakuan hormat kepada aspek sosial budaya)," kata I Gede Pitana seperti dilansir Kompas, Selasa (13/8/2019) lalu.
Lebih lanjut Pitana menjelaskan spending power adalah besaran belanja wisatawan di suatu destinasi atau atraksi.
Rescpet to nature adalah perlakuan wisatawan terhadap alam, apakah ia suka merusak alam seperti mematahkan terumbu karang, membuang sampah sembarangan, mencoret pohon, atau justru melindungi alam, membantu orang lokal mengolah sampah, menanam terumbu karang, dan perbuatan baik lainnya.
Kemudian ada respect to social cultural aspect, perlakuan wisatawan terhadap kehidupan sosial dan budaya dengan menghormati tempat peribadatan, membantu desa miskin, atau sebaliknya melakukan pelecehan di tempat ibadah dan tidak menghormati penduduk lokal.
"Dari kriteria di atas itu tidak bisa disimpulkan apakan ada penurunan atau justru kenaikan kualitas turis, karena belum ada kajian yang komprehensif untuk itu," jelas Pitana.
Kekuatan Media Sosial
Berbagai kasus negatif wisatawan asing di Bali yang viral di media sosial, menurut Pitana, sangat mudah beredar lantaran adanya media sosial.
"Saya lihat sifatnya adalah kasus-kasus negatif selalu cepat beredar dibanding kasus positif. Kalau kasus negatif warga lokal tersinggung sehingga jadi lebih cepat disebarluaskan. Ini berlaku tidak cuma di Bali tetapi juga di berbagai tempat," katanya.
Padahal jika dilihat lebih jelas, lanjut Pitana, sebenarnya ada juga wisatawan asing di Bali yang memiliki perilaku positif dan patut dipuji.
Pitana mencontohkan beberapa waktu lalu ada video wisatawan asing yang menolong orang tenggelam dengan sigap di Nusa Penida.
Padahal saat itu banyak orang lokal yang ikut melihat kejadian. Ada juga wisatawan asing yang membantu mengambil sampah di pantai, melepas tukik atau anak penyu bersama operator tur, dan wisatawan asing yang berkunjung memberi bantuan ke desa miskin.
"Dari 6,5 juta wisatawan yang berkunjung ke Bali, ambilah 50 persennya sekitar 3,5 juta bule. Berapa banyak bule yang melakukan perilaku negatif?" kata Pitana.
Ia sendiri tidak berani menyimpulkan kualitas wisatawan asing di Bali turun. Sebab jika ukurannya total pengeluaran wisatawan pada 2018 pengeluaran wisatawan asing di Bali rata-rata 1.240 dollar AS, meningkat terus dari tahun-tahun sebelumnya.
"Kalau indikatornya kesejahteraan, penduduk Bali lebih tinggi daripada (provinsi) tetangganya. Kalau indikatornya kebahagiaan, tingkat kebahagiaan penduduk Bali paling tinggi (se-Indonesia) dari data BPS. Tidak tahu apakah dari sektor lain seperti perikanan, pertambangan, atau perhutanan. Hanya saja Bali tidak punya sektor perikanan yang maju, pertambangan, atau hutan yang bisa ditebang," tutup Pitana.
(adh/kom)