Istana Bogor Tempat Istirahat Favorit Gubernur Jenderal
Gagasan pembangunan istana berawal dari perjalanan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang mencari lokasi untuk peristirahatan pada 10 Agustus 1744. Van Imhoff lalu menemukan sebuah tempat yang baik dan berudara sejuk di Kampong Baroe. Terkesan dengan lokasi tersebut, pada 1745 ia memerintahkan pembangunan sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg.
Sketsa awal Buitenzorg yang berarti bebas masalah atau kesulitan dibuat sendiri Imhoff dengan meniru arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris. Renovasi bangunan dilakukan semasa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811). Gedung Buitenzorg diperluas dengan memperlebar bagian kiri dan kanan. Gedung induk dijadikan dua tingkat. Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826) dengan mendirikan menara di tengah-tengah gedung induk. Sementara lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya.
Akan tetapi, bangunan istana seperti bentuk sekarang dibangun dan dirampungkan pada masa Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Bangunan baru ini dibuat setelah bangunan awal rusak berat oleh sebab gempa bumi tahun 1834. Bangunan lama yang terkena gempa dirobohkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan gaya arsitektur Eropa abad ke-19.
Sejak 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para gubernur jenderal Hindia Belanda. Sebanyak 44 gubernur jenderal Hindia Belanda pernah menempati istana anggun nan megah itu. Terakhir, istana ditempati Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer yang harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang.
Pasca kemerdekaan, Istana Buitenzorg mulai dipakai pemerintah Republik Indonesia sejak Januari 1950 hingga sekarang. Fungsi istana berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi presiden Republik Indonesia. (IA)*