Inilah Gereja Berusia Setengah Abad Yang Dibangun Dengan Sistem Knock Down
Gereja tua yang berdiri menawan dengan warna menyala ini berada di bilangan Jalan Suroyo, Kota Probolinggo, Jawa Timur. Nama lengkapnya Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Namun, masyarakat setempat lazim menyebutnya dengan nama Gereja Merah.
Bangunan gereja berwajah unik ini dirancang dengan gaya arsitektur neoghotic dan belum banyak renovasi hingga sekarang. Gereja yang dibangun pada masa Pemerintah Hindia Belanda tersebut memiliki panjang 22,5 meter dan lebar 10,5 meter. Menurut Cornelius Tahapary, Kuasa dari Majelis Jemaat GBIP Jemaat Immanuel Probolinggo, hampir seluruh bangunan masih asli. Hanya beberapa bagian saja yang telah dilakukan perbaikan atau restorasi. Misalnya beberapa kaca patri yang pecah pada bagian jendela, diganti dengan yang baru. Sementara lonceng, sejak dulu hingga kini, masih tergantung di dalam menara yang menjulang.
"Pada dinding bagian dalam kami pasangi papan agar udara tidak terlalu terasa panas. Kemudian kaca jendela yang pecah sudah kami perbaiki. Selain itu, semua masih asli termasuk tangga dan mimbar," imbuh Cornelius, saat dijumpai di Gereja Merah, beberapa waktu lalu.
Satu yang unik dari gereja gebouwd anno 1862 ini adalah pada material dan konstruksi. Bangunan terbuat dari pelat besi baja dan seng mulai dari struktur, dinding hingga atap dan dibangun dengan sistem knock down. Material tersebut berasal dari Jerman. Dari Belanda, bagian per bagian diangkut dengan kapal laut menuju Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo.
Pada Senin, 20 Juli 1863 bangunan ini selesai dirakit dan berdiri anggun dengan balutan warna putih, seperti nampak pada foto lawas gereja yang dipajang di ruang pastori. Setiap sudut bangunan berlantai marmer ini disatukan dengan mur dan baut. Konon, gereja serupa pun ada di negeri kincir angin sehingga hanya ada dua di dunia. Jika menilik material bangunan yang digunakan, sungguh, Gereja Merah lain daripada yang lain. Sebabnya, kebanyakan bangunan yang dibuat pada masa Hindia Belanda adalah bangunan permanen dengan konstruksi dinding bata atau tembok beton.
Lantas, sejak kapan gereja tersebut berwarna merah? Menurut keterangan Pendeta GBIP Ribca Atalaka, pada masa pendudukan Jepang bangunan sempat difungsikan sebagai gudang senjata. Saat itu seluruh bangunan gereja dicat merah, seperti warna merah pada bendera Jepang.
Kendati demikian, imbuh Ribca, warna merah sejatinya memiliki makna filosofi yang mendalam. "Warna merah ini sebagai simbol darah Yesus Kristus yang tertumpah untuk menyelamatkan dosa-dosa manusia," katanya.
Cawan dan Alkitab
Bukan hanya bangunan yang anggun, Gereja Merah pun rupanya menyimpan sejumlah benda bersejarah. Tentu saja keberadaannya menjadi lebih lengkap sehingga pengunjung dapat menyaksikan langsung bagian gereja secara detail. Selain cawan, ada juga Alkitab yang ditulis pada tahun 1618 hingga 1619 dengan menggunakan bahasa Belanda kuno.
Bibel tebal dengan cover berbahan kulit tersebut ditulis pada lembaran-lembaran kertas. Secara umum, kondisinya masih terbilang apik meski beberapa lembar kertas ada yang terlepas dan sobek. Cawan dan Alkitab terawat dan disimpan dengan baik oleh pengurus GPIB Probolinggo. (IA)*