Mapag Tamba Indramayu, Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

JELAJAH NUSA - Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Ida Hernida, di tahun 2016, ada delapan karya budaya Jawa Barat telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Dari ke delapan karya tersebut, salah satunya upacara adat Mapag Tamba dari Indramayu.

Mapag Tamba, secara harfiah berasal dari kata mapag  yang berarti 'menjemput' dan tamba berarti 'obat'. Jadi Mapag Tamba bisa diartikan sebagai upacara menjemput obat yang berupa air dari sembilan sumber mata air untuk dikucurkan ke sawah.

Ria Intani, peneliti dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, menyebutkan berdasarkan penelitiannya tahun 2009 di Desa Tugu, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu, Mapag Tamba sudah berlangsung sejak abad ke-11 dan diselenggarakan dengan tujuan agar sawah terhindar dari hama yang akan menyerang.

"Dilakukan manakala usia padi sudah menginjak 40-50 hari dari penanaman. Dan dilaksanakan harus hari Jumat serta tidak boleh ada aktivitas dari para petani. Upacaranya dipimpin seorang kuwu dengan mengumpulkan sembilan sumber air dan berpusat di balai desa," paparnya kepada Jelajah Nusa.

Kesembilan air tamba tersebut, diantaranya air Mertasinga dari Cirebon Utara; air laut; air papagan yaitu air yang berada pada posisi pertemuan dua arus yang berlawanan; air Sumur Warak di Sukaurip Balongan Indramayu; Sumur Jaba yaitu sumur tua yang berada di luar rumah berlokasi di Desa Tugu yang dipercaya sebagai tempat wudhu Pangeran Suryanegara; air Jambangan yaitu air bekas mencuci benda pusaka yang disimpan disebuah wadah mirip guci dari tanah liat; air Pande yaitu air yang dipakai pandai besi; air Leri atau air bekas mencuci beras; dan air Bengawan (sungai besar) yaitu Sungai Cimanuk yang merupakan sungai besar di Indramayu.

"Setelah air terkumpul dan dicampurkan kemudian dilakukan tahlilan pada malam Jumatnya. Selesai tahlilan, air dimasukkan ke sebuah bumbung terbuat dar batang bambu setinggi sekitar 75 cm yang ditutup dengan klaras atau daun kelapa yang dikeringkan. Esoknya baru bumbung yang sudah terisi dibawa ke sawah dengan ditandai pemukulan bareng sebuah benda pusaka mirip alat musik bonang," sambung Ria.

Masih menurut Ria, saat melihat langsung prosesi upacara tersebut, petugas yang membawa tamba dalam bumbung berjumlah 14 orang dan harus laki-laki. Mereka mengenakan pakaian tertutup berwarna putih simbol kesucian yang disebut binang kepanjangan dari 'klambine wong lanang' berarti pakaian laki-laki. Pakaiannya sengaja tertutup agar lebih khusyuk dalam melakukan prosesinya.

Teknisnya, pembawa tamba tersebut dibagi wilayah, setiap kelompok terdiri dua orang untuk menuangakan air tamba ke sawah. Terakhir, bumbung tersebut ditanamkan ke bagian sawah yang terakhir. Prosesi biasanya berlangsung dari pagi hingga siang menjelang salat Jumat. (IG)*

 

Share this Post:

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae