Gedung Museum Geologi Bandung Dibangun Atas Inisiatif Dienst van den Mijnbouw
Awalnya, gedung ini bernama Geologisch Laboratorium. Dibangun tahun 1928 di Wilhelmina Boulevard, kini Jalan Diponegoro. Agak berbeda dengan banyak bangunan yang didirikan di parijs van java pada dekade ini yaitu art deco.
Geologisch Laboratorium bergaya arsitektur modern, hasil rancangan arsitek Menalda van Schouwenburg. Menalda mengaplikasikan buah pikirannya dengan sentuhan unsur lokal yang nampak pada penggunaan teritis yang cukup lebar dan atap dari sirap. Kemiringan atap lebih landai ketimbang bangunan zaman kolonial yang lazim pada saat itu. Dengan banyak jendela yang lebar dan tinggi, juga mencerminkan bangunan di daerah tropis.
Konon, pembangunan gedung ini menghabiskan biaya sebesar 400 ribu gulden dan dikerjakan selama 11 bulan. Geologisch Laboratorium diresmikan 16 Mei 1929 bertepatan dengan pembukaan Fourth Pacific Science Congress di Technische Hoogeschool Bandoeng, kini ITB, yang berlangsung 18 s.d 24 Mei 1929. Pada 1950, Geologisch Laboratorium berganti nama menjadi Pusat Djawatan Geologi sebelum diganti lagi dengan nama Museum Geologi.
Pemerintah Kota Bandung melalui Perda Nomor 19 tahun 2009 menetapkan Gedung Museum Geologi sebagai bangunan cagar budaya. "Gedung museum yang digunakan adalah gedung cagar budaya. Dulu difungsikan sebagai laboratorium untuk penyelidikan geologi di Hindia Belanda," kata Kepala Museum Geologi Oman Abdurahman, beberapa waktu lalu di kantornya, Jalan Diponegoro 57 Kota Bandung. Dia menambahkan, museum kini punya ratusan ribu koleksi batuan, mineral, dan fosil yang sangat erat kaitannya dengan edukasi dan ilmu pengetahuan.
Berdirinya lembaga ini memang identik dengan keberadaan Belanda di Indonesia (Hindia-Belanda) dan pengaruh dunia. Saat itu, para geologiwan dari Eropa tengah intensif melakukan banyak kegiatan penyelidikan geologi dan tambang di wilayah Nusantara sejak pertengahan abad ke-17. Terlebih, ketika revolusi industri di Inggris pada pertengahan abad ke-18 digaungkan. Dampaknya, benua biru banyak memerlukan jenis dan bahan tambang yang hendak digunakan mereka sebagai bahan dasar industri.
Menilik peluang yang menggiurkan itu, Pemerintah Hindia Belanda menyadari betapa pentingnya penguasaan bahan galian di Nusantara, wilayah dengan sumber daya alam melimpah. Melalui proyek ini, mereka mengharapkan perkembangan industri yang terus menggeliat di negerinya.
Pada tahun 1850, dibentuklah Dienst van het Mijnwezen. Lembaga ini berganti nama menjadi Dienst van den Mijnbouw pada 1922, bertugas melakukan penyelidikan geologi serta sumber daya mineral di seluruh wilayah kepulauan indonesia. Untuk meneliti dan menyimpan hasilnya, Geologisch Laboratorium pun didirikan atas inisiatif mereka. (IA)*