Sepenggal Sejarah Masjid Agung Serang

JELAJAH NUSA - Masjid Agung Kota Serang ini dulu bernama Masjid Pegantungan. Terletak di ibukota Provinsi Banten, masjid yang dikenal dengan nama Masjid  Agung Ats-Tsauroh punya sejarah yang panjang. Masjid ini mulai berdiri sejak masa kolonial Belanda pada dekade ke-7 abad ke-19 dan sekarang masih nampak kokoh setelah beberapa kali dilakukan ronovasi.

Masjid Agung Serang dibangun pada era kepemimpinan Bupati Pandeglang Raden Tumenggung Basudin Tjondronegoro (1870-1888). Bupati mewakafkan tanah yang ditempati masjid sekarang seluas 2,6 hektar. Meski memiliki halaman yang luas, awalnya masjid dibangun tanpa menara.

Sebuah menara yang menjulang baru dibangun pada 1956. Bentuk menara heksagonal dengan tiga undakan tengah dan atap yang terdiri dari dua limasan dan memolo di puncaknya. Menara berfungsi sebagai tempat meletakkan pengeras suara untuk menyiarkan kumandang azan. Nama Ats-Tsauroh yang berarti perjuangan disematkan tahun 1968 pada era Bupati Letkol H Suwandi.

Seperti kebanyakan bangunan masjid di Jawa, atap Masjid Pegantungan juga berundak berbentuk limas tumpang tiga. Konon, limasan tumpang tiga itu secara filosofis mengandung arti iman, Islam, dan ihsan.

Sementara ruangan beribadah berkonsep pendopo terbuka khas rumah joglo. Konsep terbuka ini memberi kesan masjid yang bersahaja. Bagian atas masjid ditopang dengan kolom-kolom besar, menambah indah arsitektur. Kolom tersebut menyangga bangunan baik ruang utama maupun di bagian serambi.

Selain sebagai tempat ibadah, kini masjid juga digunakan untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial. Sebut saja khitanan massal hingga bakti sosial di bulan Ramadan. Masjid pun dilengkapi perpustakaan yang cukup representatif. (IA)*

 

Share this Post:

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae