Menikmati Pesona Bandung dari Menara Gedung Sate
JELAJAH NUSA - Bandung di lingkung gunung. Begitulah kalimat pendek yang merepresentasikan geografi Bandung secara umum. Sempat sekira akhir abad ke-19 tersemat julukan De Bloem der Indische Bergsteden (1896), Bandung bunganya kota pegunungan di Hindia Belanda.
Terlepas sebagai kota yang wilayahnya dipagari pegunungan, tofografi Bandung adalah berupa cekungan. Untuk melihat pesonanya, tentulah mesti berada di tempat yang tinggi. Banyak tempat atau spot menarik untuk melihat cekungan Bandung. Namun, berada di ketinggian di atas sebuah gedung bersejarah memberi nuansa berbeda. Seperti di menara Gedung Sate, misalnya.
Kota Bandung yang dulu berupa danau kemudian dikenal sebagai cekungan, terlihat demikian jelas terhampar. Bentang alamnya yang melandai dari semua arah, telah menjadikan Bandung benar-benar berada di dasar sebuah mangkuk raksasa.
Diiringi semilir angin di teras menara, di ketinggian inilah bentukan alami tersebut dapat dilihat secara kasat mata. Kota Bandung kini benar-benar sudah dipenuhi bangunan, baik rumah, pertokoan, tempat belanja hingga hotel nan menjulang. Teras menara dengan luas 205,169 m² ini memungkinkan sesiapa saja untuk menikmati pesona cekungan Bandung dari empat sudut.
Punya kesempatan menyusuri daleman Gedung Sate tentu saja berbuah pengalaman dan kenangan berkesan. Memang, sebuah kesempatan yang boleh dibilang langka dapat berada di tempat paling atas gedung megah yang dibangun pada zaman kolonial itu. Sejauh memata memandang, di sebelah utara, terlihat Gunung Tangkuban Parahu membentang menelungkup. Bukan hanya membawa angan pengunjung ke ratusan ribu tahun silam, tetapi juga bisa menikmati nuansa arsitektur megah abad ke-20 yang melekat di tubuh Gedung Sate.
Ya, warga Bandung tempo dulu biasa menyebut Gedung Sate dengan nama Ha© Ba©. Tak syak lagi, sebutan itu merujuk pada singkatan Gouvernement Bedrijven (GB-dibaca Ha© Ba©, pengucapan bahasa Belanda). Bagi generasi muda sekarang, boleh jadi nama itu tak akrab di telinga bahkan mungkin terdengar asing.
Gedung Sate adalah sebuah karya agung nan monumental. Buah cipta arsitek J Gerber dan koleganya ini memang tergolong unik. Salah satunya terletak pada gaya arsitektur yang memadumadankan gaya tradisional Indonesia dengan teknik konstruksi Barat yang galib disebut Indo Eropeesche Architectuur Stijln. Konsep rancang bangunan tidak terlepas dari masukan maestro arsitek Belanda Hendrik Petrus Berlage.
Gerber memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam rancangannya itu. Tema moor Spanyol pada jendela dan bangunan rennaisance Italia, misalnya. Ada juga nuansa Asia yang nampak pada gaya atap pura Bali atau pagoda Thailand. Di puncaknya terdapat "tusuk sate", meski versi lain menyebutnya jambu air atau ronca© melati. Konon, keenam ornamen berbentuk bulat pada tusuk sate itu menggambarkan biaya awal pembangunan gedung yang mencapai 6 juta gulden. Mungkin karena menyerupai bentuk sate inilah gedung menjadi populer dengan nama Gedung Sate.
Gedung indah di dekat pusat kota ini dibangun selama empat tahun (1920-1924) di Wilhelmina Boulevard, kini Jalan Diponegoro Kota Bandung. Pada 27 Juli 1920, peletakan batu pertama dilakukan Juffrouw Johana Catherine Coops, putri sulung Walikota Bandung B Coops saat itu dan Petronella Roelofsen yang mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Awalnya, GB digunakan tiga lembaga pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yaitu Laboratorium Geologi, Kantor Pos Telegraf dan Telepon, dan Jawatan Pekerjaan Umum. Fungsi itu dilanjutkan oleh pemerintahan awal Republik Indonesia sebelum menjadi Kantor Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat sejak 1980.
Tak dimungkiri, pesona heritage Gedung Sate ini banyak dinikmati warga kota atau pelancong dari luar gedung saja. Gedung yang indah memanjang acap menjadi latar berfoto wisatawan dari tepi jalan. Pun begitu kala malam, lampu warna warni kian mempercantik setiap lekukan wajah gedung. Sungguh, ada banyak ruangan di gedung dengan dua lantai utama ini. Jika hendak menuju puncak, ada dua pilihan, menggunakan lift atau tangga kayu. Di menara terdapat satu ruangan berbentuk persegi berdinding kaca. Di sana sempat pula tersedia teleskop bagi wisatawan untuk meneropong keeksotisan Gunung Tangkuban Parahu, dan juga menikmati pesona cekungan Bandung di teras menara. (IA)*