Menengok Sejarah di Bawah Monpera Jawa Barat

dsc_0187JELAJAH NUSA - Relif hitam-abu memanjang pada dinding itu berkisah. Peristiwa demi peristiwa nan bersejarah sejak masa Kerajaan Sunda, masa kolonial, Sumpah Pemuda, Perjanjian Linggarjati 1946, Pemberontakan DI/TII, Long March Siliwangi, Tritura hingga Konferensi Asia Afrika. Inilah gerbang pengantar menuju ruang pameran museum di bawah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monpera).

Terletak di Jalan Dipatiukur 48 Kota Bandung, museum tersebut akan mengantarkan angan dan memori kita kepada peristiwa penting masa silam yang terjadi di Tanah Pasundan, Jawa Barat. Rasanya kurang lengkap berkunjung ke plaza monumen yang menjulang berbentuk bambu runcing berpadu gaya arsitektur modern itu, tapi tak melawat ke museum yang berada di bawahnya.

Monpera yang didirikan di atas lahan seluas 72.040 meter persegi dengan luas bangunan 2.143 meter persegi sejatinya punya dua bagian utama. Selain museum, tentu saja monumen itu sendiri yang menjadi daya pikat tampilan luar.

M Rikrik, pemandu di museum tersebut mengatakan, ruangan inti di bawah monumen adalah museum, perpustakaan, auditorium, dan ruang pelengkap semisal kantor, hall dan lobby, toilet, musala, ruang panel hingga gudang. Museum ditata dengan penyajian diorama dan informasi melalui foto dan artefak.

Ruang museum terdiri dari area diorama, area informasi, dan area artefak. Diorama yang ada sebanyak sembilan mulai dari diorama perjuangan Sultan Agung Tirtayasa hingga Palagan Bojongkokosan. Tujuh diorama lainnya adalah diorama partisipasi rakyat dalam pembangunan jalan di Sumedang, Perundingan Linggarjati 1946, Bandung Lautan Api 24 Maret 1946 dan Long March Siliwangi Januari 1949.

Selain itu, ada juga diorama tentang Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung tahun 1955, Operasi Pagar Betis (Operasi Brata Yuda) 1962 dan diorama Sakola Kautamaan Istri. Di samping diorama, terdapat banyak peragaan peristiwa secara visual yakni dalam tiga dimensi, koleksi benda bersejarah, hingga berupa naskah. Semuanya ditata demikian apik, baik tata letak maupun tata cahayanya.

Meski berada di bawah bangunan, ruang museum terbilang nyaman dan leluasa. Terlebih, setiap sudut terasa sejuk oleh adanya mesin pendingin ruangan. Pengunjung yang datang tak hanya masyarakat umum tetapi banyak pula dari kalangan komunitas, mahasiswa dan pelajar, mulai TK hingga tingkat SMA.

Waktu kunjungan ke museum memang disesuaikan dengan jam kerja kantor. Namun begitu, untuk hari Sabtu dan Minggu, masyarakat yang datang secara rombongan dapat berkunjung asalkan memberitahukan terlebih dahulu jauh-jauh hari kepada pengelola pada hari kerja. Sejauh ini, berkunjung ke museum belum dikenakan tarif ataupun tiket masuk.

Fasilitas lain yang bisa dinikmati di sana adalah auditorium. Ruangan audiovisual berkapasitas lebih dari 100 kursi ini acap diputar dokumentasi film tentang perjuangan rakyat Jawa Barat dan tempat berdiskusi.

Informasi tentang sejarah Jawa Barat bukan hanya akan diperoleh pengunjung. Lebih dari itu, museum ini menjadi perantara mewariskan nilai-nilai patriotisme dan heroisme kepada generasi sekarang. (IA)*

 

Share this Post:

Berita Lainnya

E-Magazine Nusae