Kalung Balung Buatan Bandung
JELAJAH NUSA - Anda penggemar mi kocok atau mi bakso? Ya, dua makanan yang dalam penyajiannya acapkali "ditemani" balung alias tulang kaki sapi. Bukan hanya sekadar tulang keras dengan sedikit sumsum yang gurih di dalamnya dan kulit daging di bagian luarnya, balung menjadi hidangan pelengkap yang punya tempat tersendiri bagi para penikmatnya. Namun siapa sangka, tulang kaki sapi yang bermuara di tempat sampah itu dapat kembali hadir di tengah kita dengan rupa yang berbeda.
Di tangan pengrajin Kosim Karni (40), tulang-tulang keras susah terurai tersebut disulap menjadi handicraft nan artistik dan estetis. Di bengkel kerjanya-Ladieg Art yang bertempat di seputar Jalan Kanayakan Bandung, sampah balung dirupa ulang menjadi ragam bentuk kalung untuk aksesori ataupun cenderamata. Ladieg dalam bahasa Sunda, yang secara harfiah berarti kusam, mengandung filosofi sederhana yakni mengubah material sampah tak bernuansa dan tak terpakai menjadi kembali punya nilai.
"Bahan-bahan daur ulang yang dibuat menjadi karya seni jauh lebih dihargai. Selain mendukung soal lingkungan, saya fokus berkarya pada hal-hal bernuansa etnik karena lebih unik," ungkap Kosim yang mulai terjun ke dunia seni karya tangan sejak 2003.
Tak jauh-jauh, sebagai bahan dasar kalung, limbah tulang-tulang itu dikumpulkan dari pedagang mi bakso di sekitar tempat berkaryanya. Untuk menukarnya pun terbilang murah, bahkan sering diperoleh secara cuma-cuma.
Kalung-kalung yang dibuat didominasi motif etnik di nusantara seperti Papua, Asmat dan Dayak hingga Toraja. Sedangkan untuk etnik tertentu dari mancanegara semisal Aztec, Maya, Egypt (Mesir Kuno) bahkan Yunani dan Romawi dibuat hanya kalau ada pesanan. Selain kalung berukir motif etnik, ada juga bahan tulang yang dibikin rupa wajah tiga dimensi.
Pembuatan satu kalung ragam hias etnik dari tulang seukuran ibu jari atau telunjuk, hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 20 menit. Namun untuk motif yang lebih rumit dan detail seperti wajah manusia atau bentuk hewan, setidaknya butuh satu jam untuk merampungkannya.
Sedikitnya ada dua sentuhan akhir yang dilakukan untuk satu liontin. Selain natural atau putih kusam yakni warna asli tulang, warna kuning kecokelatan juga tak kalah indah. Untuk beroleh warna menyerupai gading ini, tulang diasap dengan pembakaran tertentu dalam jangka waktu yang tak terlalu lama. Sementara untuk memberi hasil mengilap, kalung-kalung yang sudah finishing disemprot vernis. (IA)